Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Analisa Terhadap UU Persaingan Usaha dan UU Perlindungan Konsumen di Indonesia (BAB II)


JURNAL PERSAINGAN USAHA
Jurnal komisi pengawasan persaingan usaha (KPPU)
Analisa Terhadap Undang-Undang Persaingan Usaha dan Undang-undang Perlindungan Konsumen di Indonesia
Oleh : Yoza Wirsan Armanda,edisi 1 tahun 2009
Kata Kunci : Pelaku usaha,konsumen,Penyalahgunaan,Undang-undang

Selvi Andeslin (28211853)
Kelas 2 EB 08
Tulisan softskill, Mata Kuliah  Aspek Hukum dalam Ekonomi, Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2011-2012.
Tanggal : 5 Mei 2013


BAB II

Tinjauan Atas Hukum Persaingan Dan Hukum Perlindungan Konsumen

Adanya globalisasi dalam hal ekonomi telah mengakibatkan terjadinya perdagangan bebas atas produk berupa barang dan jasa. Produk tersebut merupakan hasil kegiatan dari pelaku usaha, sedangkan para pengguna atau pemanfaat barang dan jasa adalah konsumen, yang harus dilindungi keamanannya. Maka dari itu diperlukan hukum yang mengatur persaingan dalam mekanisme pasar tersebut yang menjamin di antara produsen dan konsumen
Adanya persaingan yang terjadi dikalangan pelaku usaha saat ini kadang merugikan bagi para konsumen.Persaingan disini di definisikan sebagai adanya  dua pihak atau lebih yang terlibat dalam upaya mengungguli masing-masing kekuatannya dan adanya kehendak diantara mereka untuk mencapai tujuan yang  sama    
Untuk itu  perangkat hukum persaingan sangat penting,pada prinsipnya dimaksudkan untuk menciptakan suatu sistem persaingan yang sehat dan efektif. Adanya pengaturan pengaturan merupakan suatu syarat mutlak bagi suatu negara yang ingin maju menuju sistem ekonomi dan politik yang modern, sebab persaingan merupakan suatu elemen yang essensial dalam system perekonomian modern.

Dalam teori ilmu ekonomi, persaingan sempurna adalah suatu kondisi pasar yang ideal. paling tidak ada empat asumsi yang melandasi agar terjadi persaingan yang sempurna pada suatu pasat tertentu.

1.     Pelaku usaha tidak dapat menentukan secara sepihak harga atas produk atau jasa, adapun yang menentukan harga adalah pasar berdasarkan permintaan dan penawaran
2.     Barang atau jasa yang dihasilkan oleh pelaku usaha sama.
3.     Pelaku usaha memiliki kebebasan untuk masuk ataupun keluar dari pasar.
4.     Konsumen dan pelau usaha memiliki informasi yang sempurna tentang berbagai hal, misalnya tingkat pendapatan, biaya dan teknologi yang digunakan unutk menghasilkan barang dan atau jasa.

A.   Sejarah singkat UU No.5/99 dan UU No.8/99

Dalam mengatisipasi perkembangan Industri maka telah diterbitkan Undang-undang Nomor 8 tahun 199
Terbentuknya Undang–undang anti monopoli dimulai dari periode Tahun 1995, dimana merupakan awal terjadinya perubahan dalam sistem hubungan ekonomi dan perdagangan internasional. Perubahan dimaksud terjadi setelah dibentuknya WTO (World Trade Organization) pada bulan Januari 1995 untuk menggantikan GATT (General Assembly on Tariff and Trade), sebagai tindak lanjut dari Putaran Uruguay (Uruguay round) yaitu kesepakatan multilateral yang ditandatangani oleh sebanyak 120 negara (termasuk Indonesia) pada bulan April 1994 di Marakesh. Dengan berdirinya WTO, dapat dikatakan telah membuka lebar pintu perdagangan internasional secara bebas dan terbuka.

Selama ini kebijaksanaan ekonomi dan perdagangan yang diterapkan di Indonesia cenderung bersifat “inward looking” serta memberikan perlindungan kepada pelaku usaha secara tidak adil. Hal ini harus diubah menjadi “outward looking” bahkan segala peraturan yang berlaku di bidang ekonomi dan perdagangan harus diubah untuk disesuaikan dengan prinsip-prinsip yang berlaku dalam WTO, serta membuat peraturan perundangan baru yang selama ini belum ada guna memenuhi tuntutan yang dipersyaratkan oleh WTO.

Salah satu peraturan perundangan yang dibuat untuk menyesuaikan dengan prinsip yang berlaku dalam hubungan ekonomi dan perdagangan internasional adalah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Selain mengatur tentang perjanjian bisnis yang membatasi kebebasan pelaku usaha dalam  menjalankan usahanya sehingga menghambat persaingan dalam pasar (restraint of trade) yang oleh karenanya dilarang, mengatur pula tentang berbagai kegiatan atau perbuatan pelaku usaha sendiri yang bukan termasuk perjanjian namun akibatnya merusak struktur pasar.

B.   Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Untuk mengawasi persaingan yang dilakukan para pelaku usaha, Pasal 30 UU No.5/99 mengatur adanya komisi yang secara independen bertugas mengawasi pelaksanaan UU No. 5/99. Komisi dimaksud adalah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Berdasarkan Pasal 35 UU No.5/99, tugas KPPU adalah :
1.     Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana di atur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16;
2.     Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya monopoli dan atau persaingan usaha tidak se- hat yang diatur Pasal 17 sampai dengan Pasal 24 ;
3.     Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28;
4.     Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang sebagaimana diatur dalam Pasal 36;
5.     Memberikan saran dan pertimbangan terhadap Komisi Kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
6.     Menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan undang-undang ini;
7.     Memberikan laporan secara berkala atas hasil usaha kerja Komisi kepada Presiden dan DPR.

Adapun kewenangan KPPU adalah (Pasal 36 UU No. 5/99) :
·        Menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
·        Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
·        Melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh Komisi sebagai hasil dai penelitiannya
·        Menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
·        Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap UU No.5/99
·        Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan UU No. 5/99
·        Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud angka 5 dan angka 6 yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi
·        Meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar UU No. 5/99
·        Mendapatkan, meneliti dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan
·        Memutuskan dan atau menetapkan ada atau tidak adanya kerugian pihak pelaku usaha lain atau masyarakat
·        Memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
·        Menjatuhkan sanksi berupa sanksi administrasi kepada pelaku usaha yang melanggar UU No. 5/99, berupa:

1.     Penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 13, Pasal 15 dan Pasal 16; dan atau
2.     Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertida sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14; dan atau
3.     Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat; dan atau
4.     Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan; dan atau
5.     Penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud Pasal 28; dan atau
6.     Pembayaran ganti rugi; dan atau
7.     Pengenaan denda serendah-rendahnya satu milyar rupiah dan setinggi-tingginya dua puluh lima milyar rupiah.

Dari uraian tentang tugas dan kewenangan KPPU tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa pada prinsipnya tugas dan wewenang KPPU merupakan satu kegiatan yang terintegrasi yang baik secara langsung maupun tidak langsung terkait pula dengan tata cara penanganan perkara.

C.   Pelaku Usaha dan Konsumen
Pengertian pelaku usaha dalam UU No.5/99 dan UU No. 8/99 sama, tetapi ada yang berbeda dalam pengertian konsumen dalam UU No.8/99 dan UU No.5/99. Dalam UU No.8/99 terdapat unsur adanya kepentingan makhluk hidup lain sementara dalam UU No.5/99 tidak. Maksudnya makhluk hidup lain disini adalah misalnya seseorang yang membeli produk makanan untuk hewan peliharaannya. Kemudian unsur tidak untuk diperdagangkan dalam UU No.8/99 yang berarti adalah konsumen tersebut adalah konsumen akhir, bukan konsumen antara/distributor, sementara UU No.5/99 tidak menyebutkan pengertian konsumen adalah konsumen akhir, mungkin untuk mengantisipasi sempitnya pengertian konsumen yang diatur dalam UU No.8/99. Keberadaan Undang-Undang Perlindungan Konsumen di Indonesia adalah untuk mengatur perilaku pelaku usaha dengan tujuan agar konsumen terlindungi secara hukum. Secara teoritis, Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengandung materi yang berstruktur sebagai berikut:

1)    Pertanggung jawaban berdasarkan kontrak (Contractual liability)

Dalam hal terdapat hubungan perjanjian (privity of contract) antara pelaku usaha dengan konsumen, maka tanggung jawab pelaku usaha didasarkan pada pertanggungjawaban kontraktual, yaitu tanggungjawab perdata atas dasar perjanjian dari pelaku usaha atas kerugian yang dialami oleh konsumen akibat memanfaatkan barang dan atau jasa. Selain itu, berlaku Undang-Undang Perlindungan Konsumen tentang klausula baku yang diatur dalam Pasal 18 UUPK.

2)    Pertanggung jawaban berdasarkan Produk (Product Liability)

Dalam hal tidak terdapat hubungan perjanjian (no privity of contract) antara pelaku usaha dengan konsumen, maka tanggung jawab dari pelaku usaha didasarkan pada product liability yaitu tanggung jawab perdata secara langsung (strict liability) dari pelaku usaha (produsen barang) atas kerugian yang dialami konsumen akibat memakai barang yang dihasilkannya.

3)    Pertanggung jawaban berdasarkan Profesi (Professional Liability)

Adalah tanggung jawab perdata yang dapat didasarkan pada tanggung jawab perdata secara langsung (strict Liability). Sebagaimana terdapat di dalam Pasal 19 juncto Pasal 28 UUPK, yang mengatur bahwa pelaku usaha atau pemberi jasa bertanggung jawab secara langsung untuk memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat memanfaatkan jasa yang dihasilkan.

Dalam persaingan usaha, banyak hal yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha, untuk memenangkan pilihan konsumen terhadap barang dan atau jasa yang dihasilkannya. Pembatas dari konsumen untuk memperoleh barang dan atau jasa yang diinginkannya, adalah kemampuan finansialnya. Hal ini dapat dijelaskan oleh Teori Perilaku Konsumen, yang berbunyi :

konsumen memilih barang-barang yang sesuai dengan anggaran mereka.”

Sedangkan teori yang dapat menjelaskan perilaku dari produsen dalam menghasilkan produknya adalah:

“ pelaku usaha memproduksi barang-barang untuk menghasilkan keuntungan maksimun yang didapatkan dari teknologi dan pembatasan- pembatasan lainnya.”

Untuk dapat mengetahui penjelasan yang lebih akurat mengenai mekanisme yang terjadi dalam persaingan dimaksud, perlu diketahui siapa saja yang terlibat didalamnya. Dalam persaingan usaha, paling tidak melibatkan empat pelaku utama (stake holders), yaitu konsumen, pengusaha, pemerintah dan masyarakat. Dan keempat pelaku utama itu adalah :

1.     Konsumen, sebagai pengguna jasa/barang yang ditawarkan;
2.     Pengusaha, adalah pihak yang menyediakan jasa/barang;
3.     Pemerintah, sebagai fasilisator dan regulator; dan
4.     Masyarakat, sebagai pressure group.

D.   Metode Penulisan
Dari teori teori dan pendekatan inilah penulis bermaksud membuat suatu penulisan dengan melihat kasus nyata yang telah terjadi di Indonesia dan bagaimana penerapannya dengan hukum persaingan dan perlindungan konsumen. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normative. Metode yang digunakan adalah dengan cara penelitian kepustakaan (library research) yaitu meneliti bahan pustaka atau data sekunder saja yang berupa:

1.     bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, antara lain yang akan sering dibahas dalam penulisan kali ini adalah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
2.     bahan hukum sekunder, yaitu Jurnal ilmiah, buku-buku, karya ilmiah lain yang berkaitan dengan obyek penelitian .
3.     bahan hukum tersier, yaitu Kamus, ensiklopedia yang berkaitan dengan pokok permasalahan

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar