JURNAL PERSAINGAN USAHA
Jurnal komisi pengawasan persaingan
usaha (KPPU)
Analisa Terhadap
Undang-Undang Persaingan Usaha dan Undang-undang Perlindungan Konsumen di
Indonesia
Oleh : Yoza
Wirsan Armanda,edisi 1 tahun 2009
Kata
Kunci : Pelaku usaha,konsumen,Penyalahgunaan,Undang-undang
Selvi
Andeslin (28211853)
Kelas
2 EB 08
Tulisan
softskill, Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Ekonomi, Jurusan Akuntansi,
Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2011-2012.
Tanggal
: 5 Mei 2013
BAB III
Pembahasan
Atas UU No.5/99 Dan UU
No.8/99 Dengan Ilustrasi Kasus
Sebuah contoh di tahun 2004, pemilik Bandung
Supermal digugat seorang pemilik stand arloji. Penyebabnya, pemilik mal
secara sepihak menutup stand itu. Pemilik stand menggunakan UU
No.8/99 sebagai payung hukum. Dia mendudukkan dirinya selaku konsumen yang
harus dilindungi hak-haknya. Padahal merujuk pada UU No.8/99, status dia
sebagai konsumen sangat debatable.
Konsumen kenyataannya terpilah dua, konsumen akhir
dan konsumen antara. Bedanya ialah, konsumen akhir menggunakan barang atau jasa
tidak untuk diperdagangkan, sedangkan konsumen antara menggunakan barang atau
jasa untuk diperdagangkan. Yang dicakup UU No.8/99 adalah konsumen akhir.
Pemilik stand arloji tersebut jelas tak masuk kategori konsumen. Tapi
anehnya, pengadilan negeri Bandung justru memenangkan gugatannya. Hal ini
tentunya akan menjadi preseden yang buruk bagi perkembangan dunia usaha pada
umumnya. Mungkin kalau pemilik arloji mau melirik UU No.5/99, dia dapat
menggugat pelaku usaha atas tindakan diskriminatif.
Saran yang lebih efektif adalah apabila KPPU dan
BPKN atau BPSK misalnya dapat menyelesaiakan kasus ini secara bersamaan dan
mengeluarkan putusan yang sinergis (misalnya untuk perkara konsumen diproses
oleh Bagian Perlindungan Konsumen dan perkara persaingan diproses Bagian
Persaingan) mungkin akan menjadi contoh yang baik bagi masyarakat dan
perkembangan hukum persaingan dan perlindungan konsumen pada khususnya.
Product
Liability mempermudah penyelesaian kasus
Dasar untuk mengajukan gugatan dalam hal tanggung
jawab pelaku usaha ada dua yaitu apabila terjadi wanprestasi (breach of
contract) dan apabila digugat karena adanya perbuatan melawan hukum.
Apabila perjanjiannya ada (hubungan langsung) dan prestasinya terukur maka
pihak tergugat dapat dikenakan tanggung jawab kontraktual atas dasar
wanprestasi, tetapi apabila perjanjiannya tidak ada (hubungan tidak langsung)
dan prestasinya tidak terukur maka tergugat dapat dikenakan tanggung jawab
produk dalam bentuk tanggung jawab produk atau product liability atas
kerugian yang diderita konsumen (paham mengenai strict liability).
Walaupun tidak dinyatakan secara tegas, baik dalam dokumen sejarah
penyusunannya maupun di dalam Undang-undangnya sendiri, namun Undang-undang No.
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menganut strict liability, dimana
terjadi pengalihan beban pembuktian kesalahan dari konsumen kepada pelaku
usaha/produsen.
Jadi, mengenai beban pembuktian terbalik, apabila
nanti kedepannya telah terjadi penggabungan antara BPKN atau BPSK dengan KPPU
mungkin akam mempermudah lembaga baru ini karena penyelidik dalam hal ini
Direktorat Penegakan Hukum misalnya tidak perlu lagi menyelidiki secara intens
karena menurut hukum, pelaku usahalah yang harus membuktikan dia tidak bersalah
(konsekuensi beban pembuktian terbalik paham strict liability yang
dianut UU No. 8/99).
IV.
Kesimpulan dan Saran
1.
Kesimpulan
Walaupun
memilikimaksud dan jangkauan yang berbedaantara Undang-Undang Persaingan dan
Undang-undang Perlindungan Konsumen, tetapi maksud kedua Undang-Undang ini
sama, yaitu kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Pengaturan mengenai pelaku
usaha menurut UU No.5/99 dan UU No.8/99 relatif sama, tetapi pengertian
konsumen menurut UU No.5/99 berbeda dengan konsumen menurut UU No.8/99, dimana
konsumen menurut UU No.8/99 adalah konsumen akhir, sementara konsumen menurut U
No.5/99 termasuk juga konsumen antara.
2.
Saran
UU
No.5/99 dan UU No.8/99 akan lebih baik jika diundangkan menjadi satu
Undang-undang karena akan lebih efektif dan menjangkau lebih luas, karena
selain pelaku usaha, konsumen adalah stakeholders yang terbesar.
Pengaturan mengenai hal diatas dapat dilihat atau diteliti lebih jauh misalnya
bila dibandingkan dengan lembaga serupa di Australia (ACCC), yang telah
merangkap mengenai competition dan consumer protection.
Daftar
Pustaka
Peraturan
Perundang-undangan
1. Undang-undang
Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan praktek Monopoli dan Persaingan usaha Tidak
Sehat.
2. Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
3. Peraturan
Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2005 tentang tata cara pengajuan keberatan atas
putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
4. Peraturan
Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2006 tentang tata cara pengajuan keberatan terhadap
putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
Website
Buku
Arie
Siswanto, 2002, Hukum Persaingan di Indonesia, Jakarta, Penerbit Ghalia
Indonesia,
Franz
Jurgen Sacker, 2000, Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha
Tidak Sehat, Jakarta : Lembaga Pengkajian Hukum Ekonomi FHUI,
Soekanto,
Soerjono, 2005, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Penerbit Universitas
Indonesia,
Jurnal
dan Makalah
Hikmahanto
Juwana, 7 Maret 2000Membedah Struktur dan Materi Undang-Undang Nomor 5
Tahun
1999, , Jakarta (Makalah Disampaikan Pada Seminar “Antisipasi Dunia Usaha Di
Indonesia
Terhadap UU AntiMonopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat Menghadapi Era
Millenium
III)
Hidayat,
1998, “Manajemen Ekspatriat dan Globalisasi Ekonomi”, Jakarta, makalah Seminar
yang
diadakan oleh Lembangtek – Depnaker,
Johannes
Gunawan, 1998, Tanggung Jawab Pelaku Usaha Menurut UUPK, Bandung, UNPAR,
Jurnal
Hukum Bisnis,
Johannes
Gunawan, 2003, Kontroversi Strict Liability Dalah Hukum Perlindungan Konsumen,
Bandung,
Oratio Dies dies natalis ke 45 Fakultas Hukum UNPAR,
Kamus
Merriam
Webster, Dictionary
0 komentar:
Posting Komentar